January 11, 2009

vaskulopati Diabetik



PENDAHULUAN

Diabetes mellitus adalah penyakit metabolik kronik yang disebabkan oleh ketidakmampuan sel menggunakan glukosa akibat kurangnya produksi atau tidak adekuatnya insulin.1,2 Insulin adalah hormon pankreas, dari sel beta pankreas. Zat utama yang bertanggung jawab mempertahankan kadar gula darah yang tepat. Insulin menyebabkan gula berpindah ke dalam sel sehingga bisa menghasilkan energi atau disimpan sebagai cadangan energi.3
Diabetes mellitus disebut juga The Great Imitator karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan, poliuria, rasa haus, rasa lapar, badan kurus, dan kelemahan. Saat ini diabetes mellitus merupakan urutan ke-4 prioritas penelitian nasional untuk penyakit degeneratif .1
Diabetes mellitus banyak diderita oleh masyarakat di negara berkembang. 3 Diabetes melitus jika tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan timbulnya komplikasi pada berbagai organ tubuh seperti mata, ginjal, jantung, pembuluh darah kaki, syaraf, dan lain-lain. Penderita diabetes melitus dapat mengalami beberapa komplikasi bersama-sama atau terdapat satu masalah yang mendominasi, yang meliputi kelainan vaskuler, retinopati, nefropati diabetik, neuropati diabetik dan ulkus kaki diabetik. 4
Sekitar 200 juta orang diseluruh dunia dan 20 juta orang di Amerika menderita diabetes mellitus. Sedangkan jumlah penderita penyakit diabetes mellitus dengan penyakit kardiovaskular pada tahun 2000 diperkirakan sebesar 171 juta (2,8 % populasi dunia) yang akan terus meningkat pada tahun 2030 menjadi 366 juta (6,5 %), 298 juta diantaranya tinggal di negara berkembang.5
Ancaman diabetes melitus terus membayangi kehidupan masyarakat. Sekitar 12 – 20 % penduduk dunia diperkirakan mengidap penyakit ini dan setiap 10 detik di dunia orang meninggal dunia akibat komplikasi yang ditimbulkan.6 Komplikasi diabetes mellitus juga sering dihubungkan dengan vaskulopati yang merupakan kelainan vaskular yang terjadi pada penderita diabetes mellitus, digolongkan menjadi dua yaitu mikrovaskular dan makrovaskular, yang akan dijelaskan lebih rinci dalam makalah ini.

BAB II
VASKULOPATI DIABETIK

2.1 Definisi dan Klasifikasi
Penyakit diabetes membuat gangguan/komplikasi melalui kerusakan pada pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut vaskulopati diabetik. Penyakit ini berjalan kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut makrovaskulopati, dan pada pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut mikrovaskulopati. Bila yang terkena pembuluh darah di otak timbul stroke, bila pada mata terjadi kebutaan (retinopati diabetik), pada jantung penyakit jantung koroner yang dapat berakibat serangan jantung/infark jantung, pada ginjal menjadi penyakit ginjal kronik (nefropati diabetik) sampai gagal ginjal tahap akhir. Bila pada kaki timbul luka yang sukar sembuh sampai menjadi busuk (gangren). Selain itu bila saraf yang terkena timbul neuropati diabetik, sehingga ada bagian yang tidak berasa apa-apa/mati rasa, sekalipun tertusuk jarum /paku atau terkena benda panas.7
Pada diabetes, penyakit makrovaskular umumnya terbanyak menyebabkan kesakitan dan kematian dan bertanggung jawab pada tingginya angka kejadian penyakit vaskular seperti stroke, infark miokard dan penyakit pembuluh darah perifer. Penyakit makrovaskular umumnya didasarkan pada penyakit aterosklerosis obstruktif yang mempengaruhi arteri-arteri besar. Perubahan patologi pada pembuluh darah besar meliputi abnormalitas fungsi dan struktur pada pembuluh darah diabetik termasuk disfungsi endotel, komplianse pembuluh darah yang berkurang dan aterosklerosis. 8

2.2 Fungsi dan Disfungsi Endotel
Fungsi Endotel
Fungsi utama endotel adalah : 1. mengatur tonus pembuluh darah, 2. mengatur adhesi lekosit dan inflamasi, dan 3. mempertahankan keseimbangan antara trombosis dan fibrinolisis. Fungsi endotel ini dilakukan oleh substansi-substansi khusus yang dikelompokkan dalam 2 golongan besar yaitu Endothelium Derived Relaxing Factors (EDRFs) dan Endothelium Derived Contracting Factors (EDCFs). 9
EDRFs. Substansi yang tergolong EDRFs adalah : nitric oxide (NO), prostasiklin, dan faktor relaksasi hiperpolarisasi (endothelium derived hyperpolarizing factor, EDHF). 9
NO merupakan EDRFs terpenting yang terbentuk dari transformasi asam amino L-arginin menjadi sitrulin melalui jalur L-arginine-nitric oxide dengan bantuan enzim NO sintetase (NOS). NO diproduksi atas pengaruh asetilkolin, bradikinin, serotonin, dan bertindak sebagai reseptor endotel spesifik. NOS diaktivasi oleh adanya robekan pada pembuluh darah dan estrogen, sebaliknya aktivasi NOS dihambat oleh asam amino dalam sirkulasi dan oleh adanya ADMA (asymmetrical dimethylarginine). Pada pembuluh darah, sintesis NO mempengaruhi tonus pembuluh darah sehingga berperan pada pengaturan tekanan darah, selain itu pada sistem saraf pusat NO merupakan neurotransmitter yang menjalankan beberapa fungsi termasuk pembentukan ingatan. 9
Prostasiklin dihasilkan endotel sebagai respons adanya stress yang berat dan hipoksia. Prostasiklin meningkatkan cAMP pada otot polos dan trombosit. NO dan prostasiklin secara sinergistik menghambat agregasi trombosit sehingga dengan adanya kedua zat ini terjadilah penghambatan aktivasi trombosit secara maksimal. 9
EDCFs. Endotel juga menghasilkan faktor kontraksi yang disebut EDCFs seperti ET-1 (endotel-1), tromboksan- A2 (TXA2), prostaglandin H2 (PGH2), dan angiotensin II. Pembuluh darah intramiokard lebih sensitif terhadap efek vasokonstriksi ET-1 daripada arteri koronaria, sehingga endotel berperan penting dalam pengaturan aliran darah koroner, hingga kini terdapat 3 isoform endotelin, yaitu endotelin-1, endotelin-2, dan endotelin-3. Telah ditemukan dua reseptor endotelin, yaitu ET¬A dan ETB. Reseptor ETB berperan dalam pembentukan NO dan prostasiklin, hal ini menjelaskan mengapa endotelin memiliki efek vasodilatasi sesaat. 9
ET-1 menyebabkan vasodilatasi pada konsentrasi rendah dan terus-menerus menimbulkan kontraksi pada konsentrasi tinggi sehingga menyebabkan iskemi, aritmi dan kematian (otot) jantung. 9
Angiotensin II menyebabkan proliferasi dan migrasi sel otot polos melalui reseptor AT1, selain itu angiotensin II memproduksi vasokonstriktor poten dan menyebabkan retensi garam dan air. Hal ini merupakan komponen utama dalam patogenesis berbagai penyakit vaskuler seperti hipertensi.10
Disfungsi Endotel
Pada keadaan tertentu seperti penuaan, menopause, dan keadaan patologis seperti hipertensi, diabetes mellitus, aterosklerosis, sel endotel teraktivasi untuk menghasilkan faktor konstriksi seperti EDCF (TXA2, PGH2) dan radikal bebas yang menghambat efek relaksasi NO. Radikal bebas dapat menghambat fungsi endotel dengan menyebabkan rusaknya NO. 9
Ketidakseimbangan antara faktor kontraksi dan relaksasi yang terjadi pada endotel inilah yang disebut disfungsi endotel. Sumber lain menyebutkan disfungsi endotel merupakan perubahan fungsi sel endotel yang berakibat pada kegagalan avaibilitas NO, sehingga disfungsi endotel harus dibedakan dari kerusakan endotel yang berarti terjadinya kerusakan anatomi endotel. 9
Letak endotel pada pembuluh darah sangat menguntungkan tapi juga sekaligus merugikan, karena pada keadaan hipertensi, diabetes melitus dan hiperlipidemia, endotel menjadi sasaran (target organ) dari kerusakan akibat penyakit-penyakit tersebut. 9

2.3 Patogenesis Vaskulopati
Patogenesis terjadinya kelainan vaskular pada diabetes melitus meliputi terjadinya imbalans metabolik maupun hormonal. Pertumbuhan sel otot polos pembuluh darah maupun sel mesangial keduanya distimuli oleh sitokin. Kedua macam sel tersebut juga berespons terhadap berbagai substansi vasoaktif dalam darah, terutama angiotensin II. Di pihak lain adanya hiperinsulinemia seperti tampak pada DM tipe II atau pun juga pemberian insulin eksogen ternyata akan memberikan stimulus mitogenik yang akan menambah perubahan yang terjadi akibat pengaruh angiotensin pada sel otot polos pembuluh darah maupun sel mesangial. Jelas baik faktor hormonal maupun faktor metabolik berperan dalam patogenesis terjadinya kelainan vaskular diabetes. 11, 12, 13
Patofisiologi kelainan vaskular pada penderita diabetes meliputi faktor risiko konvensional seperti hiperglikemia, hipertensi dan dislipidemia, dan non konvensional seperti inflamasi, stress oksidatif, dan disfungsi endotel. 7
Hiperglikemia
Hiperglikemia mempunyai 4 jalur biokemik untuk menuju vaskulopati diabetik yaitu melalui 14 :
1. Efek langsung; melalui endotel, membran basalis, kolagen, otot polos, dll, semuanya mengalami disfungsi.
2. Efek reologi; baik melalui kelainan seluler maupun darah dan plasma
3. Jalur poliol; dengan adanya akumulasi sorbitol dalam sel, akan didapatkan efek osmotik dan menurunkan kadar miosinositol dan aktivitas Na/K-ATPase
4. Proses glukosilasi non enzimatik :
a. Mengubah proses fisiko-kimia sifat-sifat sel
b. Membentuk Advanced Glycosylation End-Products (AGE-P) yang berperan pada komplikasi menahun pada DM.
AGE-P ini mengendap di jaringan, pada protein-protein tubuh yang turn-over-nya lambat seperti : kolagen, mielin, kristalin, dan elastin, lipoprotein LDL, albumin, IgG. Secara kimiawi ikatan ini bersifat irreversibel.
Pada penderita diabetes, tingginya glukosa plasma, memperbesar angka kejadian penyakit kardiovaskuler. Pada satu laporan menyatakan bahwa risiko penyakit kardiovaskuler meningkat 10 % sampai 30% setiap 1 % peningkatan hemoglobin yang terglikasi. Intervensi pada uji coba juga menunjukkan reduksi penyakit pada penderita diabetes dengan perbaikan kontrol glukosa. Program studi jantung Honolulu menunjukkan observasi selama 23 tahun, hasil test toleransi glukosa memperkirakan pasien yang mana berkembang menjadi pernyakit jantung koroner. Individu dalam penelitian kohort ini dengan tanpa gejala tetapi memiliki kadar glukosa darah post prandial lebih atau sama dengan 224 mg/dl lebih mudah menjadi penyakit jantung koroner dan berisiko 2 kali kematian akibat penyakit kardiovaskular dibandingkan dengan seseorang dengan glukosa darah normal atau rendah (<150> 10 tahun, neuropati perifer, struktur kaki yang abnormal, penyakit arteri perifer, merokok, riwayat ulkus dan amputasi sebelumnya, dan kontrol glukosa yang rendah. 24,25
2.5 Pencegahan dan Pengelolaan
Pencegahan terhadap keadaan vaskulopati atau komplikasi kronik DM sebagai berikut :11
1. Pengendalian kadar glukosa
Saat ini pilar utama pengelolaan DM meliputi penyuluhan, pengaturan makan, kegiatan jasmani dan pemakaian obat hipoglikemik oral maupun insulin, baik sendiri mauapun dengan cara kombinasi berbagai obat hipoglikemik. Usaha penggabungan berbagai sarana pengelolaan tersebut sudah terbukti dapat dengan bermakna menurunkan insidensi komplikasi kronik DM, seperti yang sudah dibuktikan pada studi UPKDS, dan studi Kumamoto pada DM tipe 2 serta studi DCCT pada penyandang DM tipe 1. banyak sekali ditemui berbagai algoritme dan petunjuk praktis pengelolaan DM, termasuk yang diajukan oleh Perkumpulan Endokrinologi Indonesia pada tahun 2002.
2. Tekanan darah
Obat penghambat sistem renin angiotensin (inhibitor ACE, ARB, atau pun kombinasi keduanya) dapat dipergunakan untuk mencegah kemungkinan terjadinya dan kemungkinan semakin bertambah beratnya mikroalbuminuria.
3. Pengendalian lipid
Pada pengelolaan dislipidemia, DM dianggap sebagai faktor risiko yang setara dengan penyakit jantung koroner, sehingga adanya DM pada dislipidemia harus dikelola secara lebih agresif dan sasaran pengelolaan lipid untuk penyandang DM seyogyanya lebih rendah daripada orang normal, non-DM, yaitu kadar kolesterol LDL kurang dari 100 mg/dl. Dianjurkan untuk menurunkan kadar kolesterol sampai 70 mg/dl pada pasien dengan penyakit pembuluh darah koroner yang disertai DM atau dengan berbagai komponen sindrom metabolik lain seperti kadar HDL yang rendah, dan kadar trigliserida yang tinggi. Demikian juga dengan adanya faktor risiko lain yang kuat, seperti pada perokok berat.
4. Pola hidup sehat
Pengubahan pola hidup ke arah pola hidup yang lebih sehat merupakan dasar penting utama usaha pencegahan dan pengelolaan komplikasi kronik DM. Walaupun belum ada bukti yang meyakinkan, merokok dikatakan dapat mempercepat timbulnya albuminuria dan kemudian perkembangan lebih lanjut ke arah mikroproteinuria. Merokok juga sudah sangat jelas berperan penting pada terjadinya kelainan makrovaskular pada penyandang DM. Oleh karena itu berhenti merokok merupakan satu anjuran yang harus digalakkan bagi semua penyandang DM dalam rangka pencegahan terjadinya komplikasi kronik DM secara umum.
5. Perencanaan makan
Perencanaan makan yang sesuai dengan anjuran pelaksanaan pola hidup meliputi anjuran mengenai jumlah masukan kalori secara keseluruhan maupun persentase masing-masing komponen diet baik makronutrien maupun mikronutrien, yang tercakup secara keseluruhan dalam anjuran gizi seimbang bagi penyandang DM.
Walaupun hubungan antara masukan protein tinggi dengan risiko terjadinya mikroalbuminuria maupun perburukan lebih lanjut mikroalbuminuria belum secara konklusif terbukti, pada metaanalisis sudah dapat ditunjukkan bahwa paling sedikit pada penyandang DM tipe 1 yang diserta nefropati, restriksi masukan protein terbukti dapat memperlambat perburukan laju filtrasi glomerulus. Saat ini dianjurkan untuk memberikan masukan protein sebanyak 0,8 g/kg berat badan idaman bagi penyandang DM dengan nefropati. Dianjurkan untuk memberikan protein dengan nilai biologis yang tinggi.
Sebagai pencegahan primer terjadinya komplikasi kronik DM, aspirin sebanyak 75 – 162 mg terbukti bermanfaat dan dianjurkan pada semua penyandang DM diatas umur 40 tahun yang mempunyai risiko tambahan untuk terjadinya komplikasi seperti riwayat keluarga yang kuat, adanya hipertensi, dislipidemia, merokok dan mikroalbuminuria.11
Alfa tokoferol, asam alfa lipoik, dan asam askorbat merupakan zat yang dikatakan dapat mengurangi efek stress oksidatif dan inflamasi pada penderita DM. 11
Di samping usaha pencegahan primer yang telah dipaparkan di atas, berbagai usaha dapat dikerjakan untuk masing-masing komplikasi kronik DM, baik berupa pencegahan primer maupun usaha memperlambat progresi komplikasi yang sudah terjadi. 11
Pengelolaan untuk mencegah perburukan klinis sebagai berikut :11
1. Retinopati
Pengobatan koagulasi dengan sinar laser terbukti dapat bermanfaat mencegah perburukan retina lebih lanjut yang kemudian mungkin akan mengancam mata. Fotokoagulasi dapat dikerjakan secara pan-retinal. Tindakan lain yang mungkin dilakukan adalah vitrektomi dengan berbagai macam cara. Demikian pula tindakan operatif lain seperti perbaikan ablasio retina dapat dilakukan untuk mencegah perburukan fungsi mata.
2. Nefropati
Setelah berbagai cara pencegahan konservatif tidak berhasil menghambat laju perburukan filtrasi glomerular, dan kemudian sudah mencapai tahap gagal ginjal-penyakit ginjal terminal, dapat dilakukan pengelolaan pengganti untuk membantu fungsi ginjal, baik berupa hemodialisis maupun dialisis peritoneal. Di samping kedua modalitas tersebut di atas, transplantasi ginjal merupakan pilihan lain terapi pengganti fungsi ginjal yang dapat dilakukan pada penderita DM dengan gagal ginjal.
3. Penyakit pembuluh darah koroner
Pengelolaan konservatif untuk penyakit pembuluh darah koroner dapat diberikan pada penyandang DM. Berbagai obat tersedia untuk keperluan ini. Saat ini banyak cara baik semi-invasif maupun invasif yang dapat dipakai. Tindakan melebarkan pembuluh darah koroner secara peniupan dengan balon dan pemasangan stent merupakan cara yang banyak dimanfaatkan untuk memperbaiki fungsi pembuluh darah koroner jantung. Beberapa kasus lain memerlukan tindakan operatif bedah pintas koroner untuk memperbaiki fungsi jantung.
4. Penyakit pembuluh darah perifer
Usaha mencegah terjadinya ulkus dan gangren kaki diabetik sering gagal dan penyandang DM jatuh kekeadaan terjadinya ulkus bahkan kemudian disertai gangren yang dapat merenggut nyawa. Usaha untuk menyelamatkan kaki dengan mengoptimalisasikan pengelolaan kaki menjadi sangat penting untuk dikerjakan. Pada pengelolaan ulkus/gangren kaki diabetik harus selalu diperhatikan bahwa berbagai aspek pengelolaan harus dicermati dengan baik: kendali metabolik, kendali infeksi, kendali vaskular, keharusan mengistirahatkan kaki untuk tidak mendapat beban, penyuluhan kepada penyandang DM, semua harus dikerjakan secara menyeluruh.
5. Neuropati
Pengelolaan keluhan neuropati umumnya bersifat simptomatik, dan sering pula hasilnya kurang memuaskan. Pada keadaan neuropati perifer yang disertai rasa sakit, selain pemberian obat anti nyeri, berbagai usaha untuk pencegahan dan pengelolaan DM serta berbagai faktor risikonya harus dikerjakan.
BAB III
PENUTUP
Vaskulopati diabetik merupakan bentuk komplikasi kronik diabetes melitus yang mengenai jaringan vaskular (pembuluh darah) di seluruh tubuh. Vaskulopati umumnya digolongkan menjadi dua kategori, yaitu mikrovaskular dan makrovaskular. Kelaianan yang timbul dapat berupa retinopati, stroke, nefropati, neuropati, penyakit jantung koroner, dan ulkus pada kaki.
Perubahan patologi pada pembuluh darah besar meliputi abnormalitas fungsi dan struktur pada pembuluh darah diabetik termasuk disfungsi endotel, komplianse pembuluh darah yang berkurang dan aterosklerosis. Faktor risiko meliputi hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia, stress oksidatif, disfungsi endotel dan inflamasi.
Pengelolaan ditujukan pada pengendalian kadar glukosa, tekanan darah, pengendalian lipid, pola hidup sehat, dan perencanaan makan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Suyono, Isa, Henry, Nurgoho. Derajat keasaman air ludah pada penderita diabetes. Cermin dunia kedokteran 2006; 150:36-37

2. Djuwantoro, Dy~ri. Deteksi dini kebutaan akibat diabetes melitus di puskesmas. Cermin dunia kedokteran 1994; 95:55-56

3. M Santoso, S Lia, Yudy. Gambaran pola penyakit diabetes melitus di bagian rawat inap RSUD Koja 2000-2004. Cermin dunia kedokteran 2006; 150:34-35

4. Adam John MF. Klasifikasi dan diagnosis diabetes melitus yang baru. Cermin dunia kedokteran 2000; 127:37-40

5. Kengne André Pascal, Amoah Albert G.B, Mbanya Jean-Claude. Cardiovascular complications of diabetes mellitus in Sub-Saharan Africa. Circulation 2005; 112:3592-3601

6. Soegondo Sidartawan. Diabetes, the silent killer. Medicastore 2007 .Available from : URL:http//www.medicastore.com/med/index.php

7. McFarlane S. I, Kumar P, Muniyappa R, El-Atat F, Aneja A, Sowers J. R. Diabetic vasculopathy. In : LeRoith Derek, Taylor Simeon, Olefsky Jerrold M. Diabetes Mellitus : a fundamental and clinical text 3rd edition. USA : Lippincott Williams & Wilkins, 2004. h.1504-1510.

8. Rahman Sayeeda, Rahman Tahminur, Ismail Aziz Al-Shafi, Rashid Abdul Rahman A. diabetes-associated macrovasculopathy: pathophysiology and pathogenesis. Diabetes, obesity and metabolism 2006; 5:767-780

9. Selvinna, Setiabudy Rianto. Disfungsi endotel dan obat antihipertensi. Cermin dunia kedokteran 2005; 147:20-25

10. Idham Idris, Sanjaya William. Angiotensin II dan remodeling vaskuler. Cermin dunia kedokteran 2005; 147:16-19

11. Waspadji Sarwono. Komplikasi kronik diabetes: mekanisme terjadinya, diagnosis dan strategi pengelolaan. Dalam : Sudoyo Aru W, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M K, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid III edisi ke-4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2006. h.1906-1910

12. Cooper Mark E, Bonnet F, Oldfield M, Jandeleit-Dahm K. Mechanisms of diabetic vasculopathy: an overview. Am J Hypertens 2001; 14:475-476

13. Peiró C, Ferrer C. F. Sánchez. Celluler mechanism of diabetic vasculopathy. Methods and Findings in Experimental and Clinical Pharmacology 2002; 24:61

14. Tjokroprawiro, Askandar. Angiopati diabetik (mikro- dan makroangiopati). Dalam : Waspadji S, Rachman A.M, Lesmana LA, Widodo Djoko, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2996. h.601-614

15. Huerta MG, Nadler JL. Oxidative stress, inflammation, and diabetic complication. In : LeRoith Derek, Taylor Simeon, Olefsky Jerrold M. Diabetes Mellitus : a fundamental and clinical text 3rd edition. USA : Lippincott Williams & Wilkins, 2004. h.1486-1501

16. Lim Su C, Caballero AE, Smakowski P, LoGerfo FW, Horton ES, Veves A. Soluble intercellular adhesion molecule, vascular cell adhesion molecule, and impaired microvascular reactivity are early markers of vasculopathy in type 2 diabetic individuals without microalbuminuria. Diabetes Care 1999; 11:1865-1870

17. Musthafa Zainal, Lawrence Gatot S, Seweang Arifin. Radikal bebas sebagai predictor aterosklerosis pada tikus wistar diabetes melitus. Cermin dunia kedokteran 2000; 127:30-31

18. Musthafa Zainal, Lawrence Gatot S. peran antioksidan dalam penghambatan aterosklerosis pada tikus wistar diabetes melitus. Cermin dunia kedokteran 2000; 127:32-33

19. Hoffman Susanna, Brownlee Michael. Biochemistry and molecular cell biology of diabetic complications: a unifying mechanism. In : LeRoith Derek, Taylor Simeon, Olefsky Jerrold M. Diabetes Mellitus : a fundamental and clinical text 3rd edition. USA : Lippincott Williams & Wilkins, 2004. h.1442-1456

20. Kuswardhani Tuty RA, Wardhana Wisnu. Tingginya konsentrasi high sensitivity C-Reactive Protein sebagai risiko kejadian penyakit arteri perifer pada penderita diabetes melitus tipe 2 lanjut. Medicina 2008; 1:59-63

21. Suyono Slamet, Prodjosujadi W, Akbar N, Lesmana LA, et al. Obesitas, stress oksidatif dan proinflamasi. Ethical Digest 2007; 46:18-33

22. Daniel. Ancaman oksidasi LDL pada diabetes melitus tipe 2. Farmacia 2008; 8:54

23. Lowe William L. The role of growth factors in the pathogenesis of diabetic microvascular complications. In : LeRoith Derek, Taylor Simeon, Olefsky Jerrold M. Diabetes Mellitus : a fundamental and clinical text 3rd edition. USA : Lippincott Williams & Wilkins, 2004. h.1470-1483
24. Powers Alvin C. Diabetes Mellitus. In : Kasper DL, Braundwald E, Fauci A, Hauser S, Longo D, Jameson Larry. Harrison’s Principles of Internal Medicine 16th Edition. New York: McGraw-Hill Professional, 2004. h.7321-7416

25. Resnick Helaine E, Lindsay RS, Howard BV. Macrovascular complications of diabetes mellitus. In : LeRoith Derek, Taylor Simeon, Olefsky Jerrold M. Diabetes Mellitus : a fundamental and clinical text 3rd edition. USA : Lippincott Williams & Wilkins, 2004. h.1402-1409

No comments: